Gerbong Hidup

 


Besi tua melaju di atas rel panjang,

menembus fajar, membelah senja,

berteriak lantang di tengah sunyi,

mengantar mimpi dari stasiun ke stasiun hati.


Di balik kemudi, seorang lelaki tegak,

menyatu dengan deru dan dentang roda,

mata tajam menatap garis besi,

seolah membaca peta hidupnya sendiri.


Ia tak sekadar mengemudi baja,

ia menuntun rezeki dengan setiap putaran roda,

keringatnya membasahi lokomotif,

jerih payahnya jadi nafas rumah.


Kini, ruangannya bukan lagi kokpit lokomotif,

tapi meja dan tumpukan kertas kerja,

namun suaranya tetap nyaring di jalur-jalur besi,

menjaga ritme gerbong negeri.


Aku lahir dari deru itu,

dibesarkan oleh peluit dan percikan baja,

dan dalam setiap perjalanan hidupku,

jejaknya tertinggal di setiap rel yang kupijak.


Terima kasih, Ayah,

untuk setiap tikungan yang kau lalui,

untuk setiap kilometer yang kau tempuh,

mengantarkanku menuju masa depan.

Komentar

Postingan Populer